advertising

Senin, 05 Januari 2009

Esensi Fiskal Luar Negeri "Fiscal essence of Foreign Affairs "

english version:bahasa indonesia (dual language)

Fiscal essence of Foreign Affairs
Wednesday, 31 December 2008 10:11

Several days later, the fiscal overseas (FLN) is hot on the various mass media. This is related to the increase in the value of the payment plan FLN from 1 January 2009. Currently FLN be based on the amount of means of transportation that use. When using the aircraft, cost Rp 1 million per person. When using the ship, cost Rp 500,000. But when using land transportation tariffs charged Rp 250,000.

There is information that mentions that kenaikannya reached 2.5 times. Or there is also a 3 times, 5 times even from the FLN tariffs now in effect. Of course, it is considered to be very burdensome to the community will be traveling abroad. Clearly, the amount of that will be determined with government regulations (PP).

Tax revenue

This condition is as fruit simalakama In fact, when done on the discussion of the draft Law on Income Tax Changes (PPh) some time ago, one of the main material is from the community will dibebaskannya payment FLN. At that time, if the FLN free, justrumasyarakat tourism predicted that tourism will slump. The Indonesian people will be more and more like the tour to travel abroad rather than in the archipelago. Is that?

FLN is not something new in Indonesia taxation. This has been a long, long before the reform of taxation (tax Reform) in 1983. FLN is the type of income tax payment / earnings up to the people who travel abroad.

In the 1950s, the FLN mail carried out by the research on the debt-debt tax for compulsory tax (WP) will be traveling abroad. Before the letter was issued FLN, tax debt should be paid first. Then, from 1967 determined the size of the FLN of Rp 5,000 for each family, wife, and children (Hussein Kartasasmita, 1998).

Since 1983 tax reform, FLN mandated in the Law on Income Tax (1983, 1994, 2000, until 2008). However, the FLN is no longer associated with the tax debt. Soalnya, FLN is not a tax clearance.

FLN acquittance tax as defined in the current year. This means that a number of FLN paid for one year will be a tax credit at the end of the year. Thus, the FLN reduce tax payments terutang. FLN is not lost. With the be-all, does not actually FLN is a burden for the community.

This provision stipulated in Article 25, paragraph (8) Income Tax Act. When the UV No. 17 In 2000 it was stated that the time for the WP-off to foreign countries, are obliged to pay taxes (FLN). In Law. 36 Year 2008 stated, WP private person in the country who does not have a Tax Obligation Main Number (NPWP) and has 21 years of age starting to overseas tax wajibmembayar (FLN).

Despite that, there remain exceptions from the obligation to pay this tax. This can be based on the consideration, for example, in the framework of the task of the state, consideration of social, cultural, educational, religious, and international custom.

Economic capability

Essence of what we can take from the imposition and payment FLN? Because the subject was traveling abroad, * clear that the economy; people have pengha * silan-sufficient. That is, other than the cost of] the purchase of tickets for transportation, accommodation and also for the purpose! for other overseas.

Law on Income Tax Income Tax is objekj dedicate revenue. Among the states does, sci IAP, additional economic capability * received or obtained by WP.

In this regard, in general, * who travel to foreign countries) have the ability ekono-* eg. In fact, because of the additional capabilities ekonomislah people can travel.

One fundamental thing in the Income Tax Act 2008 which apply from 1 January 2009 that is affected by the FLN and * only those who "do not have NPWP. In fact, with the amount of income tax there is no i (PTKP) so that new Rp 15.4 million per year for the WP, it is clear that the revenue bepergian1 abroad has exceeded the limits PTKP. That means that legally the person is already a WP.

Other essence, tariff exemption and increase FLN also encourage people to register as a compulsory tax and have NPWP. The time that traveling abroad is reasonable if it has to be WP. This option can be, even at the same time the consequences for people's personal


from the source:
WP head Subdit Compliance and Monitoring Directorate General of Taxation

versi BAHASA INDONESIA
Esensi Fiskal Luar Negeri
Rabu, 31 Desember 2008 10:11
Beberapa hari belakangan ini, fiskal luar negeri (FLN) menjadi berita hangat di berbagai media massa. Hal ini terkait dengan adanya rencana kenaikan nilai pembayaran FLN mulai 1 Januari 2009. Saat ini besaran FLN dibedakan berdasarkan alat transportasi yang digunakannya. Bila menggunakan pesawat terbang, tarifnya Rp 1 juta per orang. Bila menggunakan kapal laut, tarifnya Rp 500.000. Adapun bila menggunakan angkutan darat dikenakan tarif Rp 250.000.

Ada informasi yang menyebut bahwa kenaikannya mencapai 2,5 kali. Atau ada juga yang bilang 3 kali, bahkan 5 kali dari tarif FLN yang kini berlaku. Tentu saja hal tersebut dianggap sangat memberatkan masyarakat yang akan bepergian ke luar negeri. Yang jelas, besaran yang pasti akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah (PP).

Pajak penghasilan

Kondisi ini menjadi seperti buah simalakama Padahal, saat dilakukan pembahasan mengenai RUU Perubahan UU Pajak Penghasilan (PPh) beberapa waktu lalu, salah satu materi pokoknya adalah akan dibebaskannya masyarakat dari pembayaran FLN. Saat itu, jika FLN bebas, justrumasyarakat pariwisata memprediksikan bahwa pariwisata Indonesia akan merosot. Pasalnya, orang Indonesia akan lebih suka dan lebih banyak berwisata ke luar negeri ketimbang berwisata di Nusantara. Benarkah demikian?

FLN bukanlah hal baru dalam perpajakan Indonesia. Ini sudah lama ada, jauh sebelum reformasi perpajakan (tax reform) 1983. FLN merupakan jenis pembayaran pajak pendapatan/penghasilan atas orang yang bepergian ke luar negeri.

Pada 1950-an, pemberian surat FLN dilakukan dengan cara mengadakan penelitian atas utang-utang pajak bagi wajib pajak (WP) yang akan bepergian ke luar negeri. Sebelum dikeluarkan surat FLN, utang pajak yang ada harus dibayar terlebih dahulu. Kemudian, mulai tahun 1967 ditetapkan besarnya surat FLN Rp 5.000 untuk tiap keluarga, istri, maupun anak (Hussein Kartasasmita, 1998).

Sejak reformasi perpajakan 1983, FLN diamanatkan dalam UU PPh (1983, 1994, 2000, hingga 2008). Namun, FLN tidak lagi dikaitkan dengan utang pajak. Soalnya, FLN bukan merupakan tax clearance.

FLN ditetapkan sebagai pelunasan pajak dalam tahun berjalan. Artinya, sejumlah FLN yang dibayar selama satu tahun akan menjadi kredit pajak pada akhir tahun tersebut. Jadi, FLN mengurangi pembayaran pajak terutang. FLN tidak hilang. Dengan be-gitu, sebenarnya FLN tidak merupakan beban bagi masyarakat.

Ketentuan ini ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (8) UU PPh. Bila pada UV No. 17 Tahun 2000 dinyatakan bahwa bagi WP orang pribadi yang bertolak ke luar negeri, wajib membayar pajak (FLN). Dalam UU No. 36 Tahun 2008 dinyatakan, WP orang pribadi dalam negeri yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke luar negeri, wajibmembayar pajak (FLN).

Kendati begitu, tetap ada pengecualian dari kewajiban membayar pajak ini. Hal tersebut dapat berdasarkan pertimbangan, misalnya, dalam rangka tugas negara, pertimbangan sosial, budaya, pendidikan, keagamaan, dan kelaziman internasional.

Kemampuan ekonomis

Apa esensi yang bisa kita ambil dari pengenaan dan pembayaran FLN? Karena subjeknya adalahorang yang bepergian ke luar negeri,* jelaslah bahwa secara ekonomi; orang tersebut mempunyai pengha-* silan yang cukup. Yakni, selain biaya] pembelian tiket transportasi, juga untuk akomodasi dan keperluan! lainnya selama di luar negeri.

UU PPh mengamanatkan objekj PPh adalah penghasilan. Di antara pengertiannya menyatakan, sci iap, tambahan kemampuan ekonomis* yang diterima atau diperoleh WP.

Dalam kaitan ini, secara umum* orang yang bepergian ke luar negeri) telah memiliki kemampuan ekono-* mis. Bahkan, karena adanya tambahan kemampuan ekonomislah orang dapat bepergian.

Suatu hal mendasar dalam UU PPh 2008 yang berlaku mulai 1 Januari 2009 adalah bahwa yang terkena dan* membayar FLN hanya mereka yang", tidak memiliki NPWP. Padahal, dengan besaran penghasilan tidak kena i pajak (PTKP) yang baru jadi sebesar Rp 15,4 juta per tahun bagi WP, jelas penghasilan orang yang bepergian1 ke luar negeri sudah melebihi batasan PTKP itu. Berarti, secara hukum orang itu sudah menjadi WP.

Esensi lainnya, pembebasan dan kenaikan tarif FLN juga untuk mendorong masyarakat mendaftar sebagai wajib pajak dan memiliki NPWP. Pasalnya, pribadi yang bepergian ke luar negeri sudah wajar jika telah menjadi WP. Ini tentu bisa jadi opsi, bahkan sekaligus konsekuensi bagi orang pribadi tersebut


sumber dari:
Kepala Subdit Kepatuhan WP dan Pemantauan Direktorat Jenderal Pajak

0 comments: