Dari Catatan Dahlan Iskan
Lawan-Lawan Obama yang Mulai Tumbuh (2)
Mengejek Tiga Jam Sehari di 650 Radio
Memang tidak fair menilai Presiden Barack Obama gagal. Dia baru dua bulan menjadi presiden dan mewarisi kekacauan ekonomi yang gawat. Tapi, orang seperti Rush Limbaugh tidak mau tahu. Apalagi, keadaan ekonomi tidak berhenti merosot. Harapan yang terlalu besar kepada Obama dalam pemilu lalu rupanya mulai menimbulkan putus harapan.
Orang akan memaklumi kalau Obama belum bisa membuat ekonomi lebih baik. Tapi bahwa ekonomi kenyataannya kian merosot drastis (sejak terpilih hingga sebulan setelah jadi presiden harga saham merosot 3.000 poin) sama sekali di luar harapan. Apalagi, Obama sudah gagal dalam dua hal. Pertama, mewujudkan keyakinannya bahwa dia bisa menjadi tokoh pemersatu bangsa. Kedua, kampanyenya untuk membeli produk dalam negeri juga gagal.
Upayanya mempersatukan suara Demokrat dan Republik di Kongres (agar bisa bersama-sama menyelesaikan krisis) sudah gagal dalam ronde pertama. Memang, dia bisa mengegolkan paket stimulus hampir 1 trilun dolar AS, tapi harga politiknya sangat mahal: semua anggota dari Partai Republik tidak memberikan persetujuan. Bahkan, orang seperti John McCain yang begitu kalah berjanji untuk bersama-sama memecahkan masalah bangsa sudah merasa diabaikan oleh Obama.
Mengenai kampanye membeli produk dalam negeri, tentu agak sulit dilaksanakan di lapangan. Mana yang produksi Amerika sendiri? Problem ini akan sama dengan kampanye serupa di Indonesia. Mayoritas barang adalah produksi asing.
Salah satu penyebabnya, sebagaimana yang saya alami di pabrik steal conveyor belt milik Perusda Jatim, pajak impor bahan bakunya lebih tinggi (15 persen) dibanding pajak untuk mendatangkan barang yang sudah jadi (5 persen). Bahkan, pabrik satu-satunya di Indonesia yang kami dirikan dengan modal Rp 50 miliar dengan maksud mengurangi impor ini baru saja harus tutup dua bulan karena persoalan bahan baku seperti itu.
Di AS beredar luas juga mengenai barang apa yang harus dibeli kalau rakyat harus menuruti kampanye Obama. Terutama, penggunaan dana rakyat yang dialokasikan untuk stimulus ekonomi itu. Lihatlah humor di bawah ini:
Bila Anda belanja di Wal-Mart, semua uang itu akan mengalir ke China.
Bila Anda beli bensin, semua uang itu akan mengalir ke Arab atau Venezuela.
Bila Anda membeli komputer, uang itu akan mengalir ke Taiwan.
Bila Anda membeli buah atau sayur, uang itu akan mengalir ke Meksiko.
Bila Anda membeli mobil, uangnya akan mengalir ke Jepang atau Korea.
Bila Anda membeli heroin, uangnya akan mengalir ke Taliban di Afghanistan.
Bila Anda menggunakan uang untuk menyumbang yayasan sosial, uangnya akan mengalir ke Nigeria.
Praktis uang itu hanya bisa dibelanjakan untuk nonton basket, minum bir, dan membuat tato di tangan.
Maka kalau di masa George Bush ada tokoh perfilman seperti sutradara Michel Moore yang terus memburuk-burukkan citra Bush lewat film-filmnya, di masa Obama ini ada Rush Limbaugh, sang penyiar radio yang amat terkenal. Kalau Moore hanya sempat membuat dua film (9/11 dan Sicko) selama lima tahun kepemimpinan Bush yang kedua, Rush Limbaugh bisa setiap hari selama tiga jam di 650 stasiun radio mengejek Obama.
Lihatlah tantangannya yang selalu dia ucapkan dan dikutip jaringan video yang tersiar sangat luas. Tantangan itu dia berikan karena dia merasa Gedung Putih tetap ngotot dengan rencana perubahan misi negara. Juga karena Limbaugh merasa Obama terus menyerangnya. Misalnya, suatu saat Obama pernah menilai bahwa banyaknya tindak kriminalitas yang berlatar belakang kebencian adalah buah kampanye Limbaugh yang konservatif itu. Tahun lalu tindak kriminalitas atas orang Hispanic naik dua kali lipat.
Limbaugh memang pernah menerbitkan buku tentang imigran dari Amerika Latin yang dikenal sebagai Hispanic itu. Imigran Hispanis kini menjadi imigran terbesar di AS. Bukan saja isinya sangat keras, tapi gaya mengucapkannya benar-benar sangat provokatif: Judul bukunya: His Panic: Why American Fear Hispanic in the US! ”Saya tidak akan menjabat tangan seseorang yang telah membuat kerusakan,” katanya.
Obama pernah mengecam Limbaugh sebagai xenophobia. Dan, Limbaugh sangat terganggu dengan penilaian itu. ”Dia menuduh saya xenophobia? Menuduh saya harus bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa kriminalitas. Hati saya sungguh terganggu dengan tuduhan itu,” katanya. ”Obama bilang dia akan jadi tokoh pemersatu. Bagaimana mungkin menuduh saya begitu.” tambahnya.
Maka dia tantang Obama untuk berdebat. Lihatlah tantangannya ini. ”Begini saja. Kalau orang-orang ini (maksudnya Obama dan pejabat tingginya) merasa diri mereka begitu hebat dan kalau mereka memang merasa bahwa merekalah yang sangat benar, mengapa tidak Presiden Obama datang ke studio saya ini dan bicara di talk show ini. Kita akan debat satu lawan satu mengenai ide-ide sampai kebijakan-kebijakan. Semua disiarkan utuh. Mari kita berdebat. Saya tawarkan Presiden Obama datang ke sini tanpa didampingi staf, tanpa teks yang bisa dibaca, tanpa kertas-kertas catatan (tanpa krepekan) untuk mendebat saya mengenai semua isu yang saya lontarkan. Mari debat soal pasar bebas. Mari debat soal kesehatan dan peningkatan pajak untuk usaha kecil. Mari debat soal new deal versus Reaganomics. Mari debat soal penutupan tahanan Guantanamo Bay. Mari debat soal pengiriman uang 900 juta dolar AS ke Hamas. Mari debat soal imigran gelap dan lemahnya hukum di perbatasan. Mari debat soal besarnya defisit anggaran dan hancurnya harapan untuk generasi yang akan datang. Mari debat soal Acorn, provokator masyarakat dan mengenai buruh...”.
Masih banyak lagi agenda yang dia tawarkan. Melihat video pidato-pidatonya (dan bicaranya di corong radio) Limbaugh memang kelihatan sebagai orator yang luar biasa.
Mengingat pengaruh Rush Limbaugh lebih besar daripada partai oposisi, pekan-pekan depan ini akan menjadi sangat menarik untuk mengikuti bagaimana Obama menyikapi penyiar radio yang gajinya Rp300 miliar setahun itu. (bersambung)
0 comments:
Posting Komentar